Jadi, Kapan Resign ?
11:35 PM
Bulan
lalu, beberapa rekan kerja saya resign. Mereka memilih mengajukan resign
dibandingkan sekedar menunggu kabar seiring desas desus kabar akan adanya
rencana program pensiun dini dari perusahaan. Mereka yang bukan sekedar rekan
profesional kerja, tapi juga teman ngopi bareng bahkan sahabat dalam aktivitas
keseharian saya.
I Quit..! |
Saya
dan mereka semua yang berlatar belakang
pekerjaan di dunia perbankan dengan profesionalisme kerja, integritas, kebiasaan
ritme kerja cepat dalam menjalankan bisnis perbankan juga tak lupa akan
penerapan manajemen resiko perusahaan. Saat ini mereka menjalani aktivitas
dalam lingkungan kerja baru di perusahaan Start up, 2 orang kawan tetap memilih
dengan jalur pekerjaan yang sama di dunia perbankan, 1 kawan pindah ke online
travel agent mengikuti tumbuh kembangnya dunia wisata domestik maupun
mancanegara.
Merasa
kehilangan, pasti. Dan pertanyaan kawan yang masih terngiang adalah: "Situ
kapan nyusul Bro..?".
Menurut
statistik, 80% beranggapan bahwa waktu ideal bekerja di satu perusahaan adalah
maksimal 3 tahun. Dan itu berarti kami bisa berganti pekerjaan hingga 15-17
kali dengan 5 bidang karier yang berbeda. Bahkan 55% generasi ini ingin membuka
perusahaannya sendiri.
Sejak
lulus kuliah pada 2015, hingga saat ini saya sudah pindah 3 perusahaan. Jadi mengajukan
surat pengunduran diri bukanlah sesuatu yang asing. Rata-rata jam kerja pegawai kantoran adalah 8 hingga 9 jam. Artinya,
setiap hari, saya menghabiskan sepertiga hidup saya di kantor. Sia-sia sekali
rasanya jika waktu sebanyak ini dihabiskan dengan mengeluh dan stres yang
membuat hidup tak bahagia.
Mungkin sudah saatnya Saya mengundurkan diri dan pindah kerja ke
perusahaan lain, atau bahkan jadi pengusaha? Tapi berdasarkan
pengalaman pribadi, ada tiga syarat dimana kita wajib mengajukan surat cinta
ini:
Mengalami stagnansi
Masih
melakukan pekerjaan yang persis sama seperti 2 tahun lalu? Maka ada dua
kemungkinan. Pertama, Anda semakin ahli (specialist expert) atau kemungkinan
kedua: Anda ga kemana-mana lagi (stagnant). Bagaimana membedakannya? Sederhana.
Cukup
ajukan pertanyaan kepada diri sendiri: “Apakah saya belajar hal baru? Apakah
saya bertemu orang baru? Apakah saya memberikan kontribusi baru?”. Jika
jawabannya tidak, maka selamat bertemu dengan makhluk setengah dementor bernama
stagnansi. Ia akan menyeret korbannya ke zona nyaman dan perlahan-lahan
menyedot perkembangan hidup si korban.
Tidak ada inspirasi
Ketika
Anda bangun pagi dan berdoa ada hujan deras agar tidak perlu ke kantor hari
ini, maka itu adalah tanda tiadanya inspirasi. Saat Anda merasa bosan dan
berharap segera pulang, maka itu adalah pertanda gairah yang hilang. Saat
pekerjaan menjadi tuntutan kewajiban, maka setiap tanggung jawab terasa seperti
beban.
Mengejar mimpi
Mark
Zuckerberg mengembangkan Fecebook saat belum genap 20 tahun, Henry Ford memulai
Ford Motor di usia 39, Colonel Sanders membuka gerai KFC pertama di umur 65.
Intinya: orang akan mengingat karya Anda, bukan usia Anda. Tidak ada kata
terlambat untuk melakukan perubahan yang membawa kebaikan.
Ketika
Anda sadar jika Tuhan menciptakan Anda bukan untuk melakukan pekerjaan ini dan
memiliki “panggilan” untuk melakukan sesuatu yang lain, maka waktunya mengikuti
panggilan itu. Jangan membunuh suara hati kecil Anda.
Posisi
versus Kontribusi
Bagaimana
jika tujuan pindah kerja untuk mencari penghidupan (gaji) yang lebih baik?
Tentu itu wajar dan manusiawi. Tapi anehnya, hampir semua orang hebat
(entrepreneur, direktur, pejabat publik) yang saya temui dan baca biografinya
tidak meletakkan bayaran sebagai motivasi utama. Mengutip Kiyosaki:
“Hanya
kelas menengah yang bekerja demi gaji”.
Bahkan
seorang kawan dengan celoteh singkatnya menyampaikan:
"Bekerja
itu bukan tentang uang.."
"Bekerja
itu adalah eksistensi, sebuah cara untuk memaksimalkan kemampuan diri.
Uang itu hanya dampak, bukan tujuan..."
"Jika kita bekerja hanya supaya mendapat
uang, maka kita akan terjebak di ruang2
sempit yang kita benci, rutinitas yang
akan mengurung diri. Hasilnya, kita akan selalu mengeluh, terpenjara oleh
perasaan ketidak-mampuan untuk merdeka. Mudah patah. Kita akan selalu memandang
orang lain lebih tinggi dan kita adalah orang yang patut
dikasihani..."
"Bekerja itu
adalah kenikmatan. Pada tingkat pemahaman yang lebih tinggi, bekerja itu adalah
ibadah. Harus ada jiwa di dalamnya, sesuatu yang kita selalu tunggu untuk
memulainya dan membuat diri ini senang. Waktu menjadi tidak terasa ketika
melewatinya. Jika kesenangan yang terus kita bawa, maka masalah itu tidak
pernah ada, yang tampak hanyalah solusi.."
"Bebaskan
dirimu, hidup hanya sekali. Mulailah sesuatu yang menyenangkan dan bergeraklah
keluar bertemu dengan banyak orang yang akan membangun pola pikirmu menjadi
lebih luas. Pada tingkat yang lebih tinggi, kitalah yang harus menjadi
inspirasi. Jangan sibuk mengagumi apa yg dilakukan orang tapi lupa akan diri
sendiri.."
"Bekerja itu
bukan tentang uang. Bekerja itu mencari nilai di dalam diri, bukan berapa angka
yang harus kita raih.."
Oleh
karena itulah, juga demi menghindari pajak, CEO perusahaan besar seperti Steve
Jobs (Apple), Sergey Brin (Google), atau Lee Iacocca (Chrysler) hanya ‘digaji’
1 dollar USD. (Tentu mereka mendapat benefit package lain
senilai jutaan dollar yang dikenai pajak lebih kecil).
Bagi
orang-orang keren ini, bayaran tak perlu dipikirkan. Hal itu pasti naik
mengikuti pertumbuhan kualitas diri. Mereka tidak berkata : “Apa yang saya
dapatkan?”, tapi justru malah bertanya: “Apa yang bisa saya berikan?”.
Mereka
tahu perbedaan antara posisi dan kontribusi. Posisi itu alat. Kontribusi itu
nilai. Orang kebanyakan lebih mementingkan posisi daripada kontribusi.
Sedangkan mereka tahu jika kontribusi lebih penting daripada posisi. Kontribusi
memberikan Anda posisi. Posisi mewajibkan Anda untuk berkontribusi. Kita tak
perlu menunggu memiliki posisi, untuk menyumbangkan kontribusi.
"Bekerja
itu bukan tentang uang. Bekerja itu mencari nilai di dalam diri, bukan berapa
angka yang harus kita raih.."
Dan yang pasti niatkan diri kita untuk bekerja juga sebagai
ibadah.
0 comments