Adanya pemberlakuan kebijakan pemerintah yang baru mengenai Tax Amnesty, memicu munculnya kegaduhan dan keresahan masyarakat terutama di media sosial mengenai pelaksanaan peraturan undang-undang tersebut.
Sebagai media komunikasi kepada masyarakat, pihak Dirjen Pajak tentunya membuka jalur sosialisasi dan konsultasi, bagaimana pengertian, tujuan, dan pelaksanaan undang-undang tersebut agar tepat dan mudah dipahami oleh masyarakat luas.
Jika dalam ulasan sebelumnya kita sudah membahas perihal pengertian Tax Amnesty. Kali ini coba kami rangkum ulang tanya jawab yang membahas tentang pemberlakuan Tax Amnesty yang merujuk dari materi sosialisasi dari Dirjen Pajak, sbb:
No
|
Uraian
|
1.
|
Wajib Pajak menyatakan bahwa ia bekerja di Luar
Negeri, mendapatkan penghasilan dari luar negeri, dan dipotong Pajaknya di
luar negeri, serta membeli hartanya di luar negeri. Apakah Wajib pajak harus
ikut Amnesti Pajak?
Jawaban:
Setiap Wajib Pajak baik Orang Pribadi maupun Badan yang memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh dapat mengikuti Amnesti Pajak, kecuali Wajib
Pajak yang sedang dilakukan penyidikan dan telah P-21, dalam proses
peradilan, dan Wajib Pajak yang sedang menjalani hukuman atas pidana di
bidang perpajakan. Oleh karena itu, bagi Wajib Pajak yang hanya memiliki
kewajiban pajak sebagai Pemotong/Pemungut saja tidak dapat mengikuti Amnesti
Pajak, misalnya WP Bendahara atau Wajib Pajak yang tidak memiliki kewajiban
penyampaian SPT Tahunan PPh Badan seperti Wajib Pajak Joint Operation.
|
2.
|
Apakah Harta yang dimaksud di Amnesti Pajak sama
dengan pengertian Harta yang dimasukkan dalam neraca? Sebagai contoh, apakah
sewa dibayar dimuka dapat menjadi objek Amnesti Pajak
Jawaban: Betul. Harta yang dimaksud dalam Amnesti Pajak sama
dengan harta yang dimasukkan dalam neraca, termasuk sewa dibayar dimuka
|
3.
|
Apakah dokumen pendukung Utang berlaku untuk
Utang Tambahan atau keseluruhan Utang (termasuk yang sudah dilaporkan di SPT
Terakhir)
Jawaban: Dokumen pendukung Utang yang
dimaksud dalam Amnesti Pajak hanya berlaku untuk Utang Tambahan yang belum
diungkap dalam SPT PPh Tahunan Terakhir
|
4.
|
Apakah informasi kepemilikan harta berlaku untuk
Harta Tambahan saja atau keseluruhan Harta (termasuk yang sudah dilaporkan di
SPT Terkahir)?
Jawaban:
Informasi kepemilikan Harta berlaku untuk Harta tambahan saja, yaitu harta
baru yang belum diungkap dalam SPT PPh Tahunan Terakhir
|
5.
|
Untuk mengikuti Amnesti pajak, apakah setiap
Wajib Pajak yang belum memiliki NPWP diwajibkan SIUP? Jawaban: Tidak,
Kewajiban pencantuman nomor SIUP dalam Surat Pernyataan hanya bagi Wajib
Pajak yang sebelumnya telah memiliki SIUP
|
6.
|
Wajib Pajak sudah mencantumkan Harta dalam SPT
PPh Tahunan terakhir, namun penamaan Harta salah, semisal Apartemen dicatat
rumah, tabungan dicatat deposito. Apakah atas Rumah atau deposito merupakan
Harta tambahan yg dapat diajukan Amnesti?
Jawaban:
No Uraian Dalam hal kesalahan tersebut murni karena Wajib Pajak salah
mengkategorikan jenis harta di dalam SPT PPh Terakhir, harta tersebut
direklasifikasi dalam lampiran Surat Pernyataan Harta, bagian "Nilai
Harta Yang Dilaporkan dalam SPT PPh Terakhir", dan memberi penjelasan
dalam kolom keterangan bahwa Harta tersebut sebelumnya telah dicatat sebagai
(...) dalam SPT PPh. Adapun nilai Harta harus sama dengan yang tercantum
dalam SPT tahun 2015 tersebut.
|
7.
|
Bagaimana dengan perlakuan pencatatan asuransi
unit link untuk Amnesti Pajak?
Jawaban: Asuransi yang mengandung
nilai investasi maupun manfaat pasti (misalnya manfaat yang diterima ketika
penerima manfaat mencapai umur tertentu atau kondisi tertentu yang pasti)
dianggap sebagai Harta. Dengan demikian asuransi pendidikan dan asuransi unit
link merupakan Harta yang dapat disertakan dalam program Amnesti Pajak.
|
8.
|
WP melakukan deklarasi dalam negeri, namun
sebelum 3 tahun WP tersebut mengalihkan harta ke luar negeri, bagaimana
perlakuannya menurut UU Amnesti Pajak?
Jawaban:
Ketika WP melakukan deklarasi dalam negeri maka tarif tebusan yang digunakan
sesuai dengan ketentuan UU Amnesti Pajak yakni 2%, 3% atau 5% tergantung
periode penyampaian Surat Pernyataan. Namun, apabila sebelum 3 tahun WP
mengalihkan harta tersebut ke luar negeri maka atas seluruh Harta bersih
tambahan yang tercantum dalam Surat Keterangan diperlakukan sebagai
penghasilan Tahun Pajak 2016 dan dikenai pajak berserta sanksi administrasi
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
|
9.
|
Apakah atas Harta tambahan yang telah mendapat
Amnesti Pajak dapat disusutkan sesuai ketentuan UU PPh?
Jawaban:
Sesuai dengan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Nomor 11 tahun 2016 tentang
Pengampunan Pajak: Atas harta
tambahan, yang diungkapkan dalam Surat Pernyataan yang berupa aktiva· tidak berwujud. tidak
dapat diamortisasi untuk tujuan perpajakan. Atas harta tambahan yang diungkapkan dalam
Surat Pernyataan yang berupa aktiva·
berwujud, tidak dapat disusutkan untuk tujuan perpajakan
|
10.
|
Bagaimana dalam hal Harta tambahan yang tidak disusutkan
sesuai UU Pengampunan Pajak tersebut tersebut dialihkan atau dijual?
Jawaban:
Ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan ayat (3) UU Pengampunan Pajak di atas tidak
berlaku bagi harta baru yang diperoleh oleh Wajib Pajak. No Uraian
|
11.
|
Wajib Pajak telah memiliki NPWP di Tahun 2013
namun baru pertama kali menyampaikan SPT PPh Tahun 2015 pada 1 Agustus 2016
dengan tidak mengikuti ketentuan pada Pasal 18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016
karena WP tidak berniat mengikuti Amnesti Pajak. Pada 1 November 2016, WP
mengikuti program Amnesti Pajak. Bagaimana perlakuan SPT PPh Tahun 2015
tersebut?
Jawaban:
Atas SPT PPh yang telah disampaikan tersebut tetap diterima sebagai SPT PPh
Terakhir, namun pengisian Surat Pernyataan Harta sesuai ketentuan dalam Pasal
18 PMK Nomor 118/PMK.03/2016. Dengan demikian atas Harta yang dimiliki selain
yang berasal dari penghasilan pada Tahun Pajak 2015, harus diungkapkan
sebagai Harta tambahan dalam Surat Pernyataan
|
12.
|
Bagaimana pencatatan masa pajak dan tahun pajak
untuk pengisian SSP Uang Tebusan?
Jawaban:
Masa Pajak dan Tahun Pajak diisi sesuai dengan Masa dan Tahun Pajak
pembayaran Uang Tebusan
|
13.
|
Bagaimana perlakuan pengakuan harta yang
dimiliki/dikuasai oleh Wajib Pajak melalui SPV?
Jawaban:
Wajib Pajak dapat membuat neraca konsolidasi untuk seluruh SPV yang
didirikan/dimiliki/dideklarasi/dan atau dikendalikanya baik yang berada di
dalam maupun di luar NKRI, sebagai pendukung dari rincian Harta dan/atau
Utang, sehingga tercermin kondisi neraca keuangan keseluruhan dari Wajib
Pajak. Harta Tambahan sebagai Objek Pengampunan Pajak adalah Harta yang belum
pernah atau belum seluruhnya dilaporkan oleh Wajib Pajak sebagai entitas
pengendali atau SPV yang berada di Indonesia yang berkewajiban menyampaikan
SPT Tahunan.
|
14.
|
Dalam hal Wajib Pajak sudah menyampaikan Surat
Pernyataan dengan menyertakan neraca konsolidasi, namun belum menyampaikan
keseuluruhan harta yang dimiliki melalui SPV, bagaiaman perlakukannya?
Jawaban:
WP dapat menyampaikan Surat Pernyataan kedua dengan turut menyertakan neraca
konsolidasi yang sudah disempurnakan, sebagai pendukung rincian Harta
dan/Utang yang belum atau belum seluruhnya diungkapkan
|
15.
|
Bagaimana perlakuan atas Harta tambahan yang
menjadi dasar Uang tebusan. Dapatkah harta tambahan dikonsumsi?
Jawaban:
No Uraian a. Atas harta yang direpatriasi, Wajib Pajak harus mengalihkan
Harta ke dalam Indonesia dan menginvestasikan Harta dimaksud di Indonesia
paling singkat selama jangka waktu 3 (tiga) tahun. b. Atas harta yang
dilaporkan dalam deklarasi dalam negeri, Wajib Pajak tidak dapat
menginvestasikan harta tersebut di luar negeri paling singkat selama jangka
waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak diterbitkannya Surat Keterangan namun
dapat dipergunakan di dalam negeri. c. Atas harta yang di deklarasi di luar
negeri, dapat dikonsumsi baik di dalam maupun diluar negeri.
|
16.
|
Apakah pensiunan yang melakukan kegiatan usaha
yang peredaran usahanya dibawah 4,8 miliar dapat menggunakan tarif Pasal 4
(3) UU Pengampunan Pajak (tarif UMKM)?
Jawaban:
Penghasilan dari pensiunan merupakan penghasilan dari pekerjaan dalam
hubungan kerja. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat mengikuti program
Pengampunan Pajak, dan menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1) atau ayat (2) UU
Pengampunan Pajak (tarif biasa).
|
17.
|
Dokter mendapat penghasilan dari berbagai tempat
yang sudah dipotong PPh oleh pemberi penghasilan, dan atas potongan
penghasilan tersebut belum dilaporkan dalam SPTnya. Bagaimana perlakuan
Pengampunan Pajaknya?
Jawaban:
Sepanjang terdapat harta yang diperoleh dari penghasilan tersebut belum dilaporkan
dalam SPT PPh Tahunan terakhir, maka harta tersebut merupakan objek
Pengampunan Pajak. Tarif yang digunakan menggunakan tarif Pasal 4 ayat (1)
atau ayat (2) UU Pengampunan Pajak.
|
18.
|
Wajib Pajak memiliki deposito yang penghasilan
bunganya sudah dipotong final namun belum dilapor pada SPT PPh Tahunan.
Apakah atas deposito tersebut merupakan objek Amnesti Pajak?
Jawaban:
Sepanjang deposito tersebut (termasuk bunga yang diterima Wajib Pajak) belum
dilapor dalam SPT sampai dengan PPh Tahunan Tahun pajak terakhir, maka
deposito merupakan objek Pengampunan Pajak.
|
19.
|
Bagaimana perlakuan objek Amnesti Pajak yaitu
harta berupa peralatan elektronik, misalnya: televisi, kulkas serta peralatan
rumah tangga lainnya seperti mesin jahit. Apakah perlu dilaporkan? dan berapa
nilainya?
Jawaban:
Semua harta yang belum atau belum sepenuhnya dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh
Terakhir merupakan objek Amnesti Pajak (Pasal 6 ayat (1) huruf b
Undang-Undang Pengampunan Pajak). Wajib Pajak dapat menyampaikan Harta
tersebut dalam kategori peralatan rumah tangga, peralatan elektronik,
furnitur, dsb secara kumulatif (mengacu pada kode harta dalam pedoman teknis
pengisian dokumen). Adapun penilaian nilai wajarnya ditentukan secara
self-assesment oleh Wajib Pajak. No Uraian
|
20.
|
Apakah Wajib Pajak dapat menggunakan Harta
Tambahan dalam skema repatriasi / deklarasi luar negeri / deklarasi dalam
negeri untuk keperluan pembayaran Uang Tebusan?
Jawaban: Dalam hal Wajib Pajak melakukan repatriasi,
pembayaran uang tebusan tidak boleh berasal·
dari harta repatriasi. Hal ini terkait kewajiban Wajib Pajak untuk melakukan
investasi di dalam negeri selama tiga tahun yang mekanismenya menggunakan
gateway khusus. Dalam hal Wajib Pajak
melakukan deklarasi harta luar negeri yang tidak dialihkan ke dalam· negeri, Harta Tambahan
tersebut dapat digunakan untuk keperluan Wajib Pajak, baik konsumsi maupun
investasi. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat menggunakan harta deklarasi
luar negeri tersebut untuk membayar uang tebusan. Dalam hal Wajib Pajak melakukan deklarasi
dalam negeri, Wajib Pajak dapat menggunakan·
Harta Tambahan tersebut, sepanjang tidak untuk keperluan investasi di luar
negeri. Hal ini karena Wajib Pajak tidak boleh mengalihkan harta tersebut ke
luar negeri. Dengan demikian, Wajib Pajak dapat menggunakan harta deklarasi
dalam negeri tersebut untuk pembayaran uang tebusan.
|
- 12:39 AM
- 0 Comments